Mantan Ketua Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo mengatakan kenegarawanan hakim konstitusi dinanti untuk mengurai masalah yang terstruktur, sistematis, dan masif itu serta melahirkan keadilan substantif.
"Maka kita tentu berharap MK menjadi gerbang terakhir dispute resolution dilakukan. Selama ini belum cukup efektif, tetapi ada peningkatan KPU/DKPP untuk meningkatkan penyelesaian masalah," ujar Bambang dalam diskusi webinar, Kamis, 21 Januari 2021.
Bambang berharap kepada kenegarawanan hakim MK. Sebab masalah yang dihadapi sangat nyata dan bisa dirasakan. Selain itu ia berharap MK bisa membuat keadilan substantif dan bisa mengadili berbagai kasus kecurangan pilkada yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
"Kita harus mengakui gugatan yang masuk, indikator yang sangat bagus bahwa praktik di lapangan menyisakan banyak masalah," ujar Bambang.
Baca: 16 KPU di Jatim Diimbau Tetapkan Calon Kepala Daerah Terpilih
Contoh pelanggaran yang masih marak adalah politik uang. Bambang menilai MK perlu progresif dalam mengadili perkara-perkara terstruktur dan masif tersebut.
"Penegakan hukum masih terkendala dalam hukum formal yang sangat menyekat-sekat proses itu. Bahkan beberapa regulasi tidak tegas apa yang harus dilakukan," ucap Bambang.
Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini mengatakan banyak varian kasus pilkada di MK. Titi menilai MK perlu mengadili tidak hanya statistik angka hasil, tetapi juga sampai mengurai masalah yang ada.
Seperti Keputusan Bawaslu menganulir Keputusan KPU soal pemenang pilkada setelah KPU menetapkan pemenang pilkada.
"MK hadir untuk meluruskan. Apakah ada benturan antara Bawaslu-KPU," ujar Titi.
Namun untuk dugaan money politics, Titi menilaibutuh kerja ekstra dalam pembuktian. Demikian juga tentang politisasi bansos dan penyalahgunaan wewenang, seperti mutasi PNS oleh petahana.
"Tidak mudah membuktikan money politics dan politisasi bansos," ujar Titi.
Saat ini ada 135 perkara yang masuk ke MK terkait sengketa hasil Pilkada 2020. Dari jumlah itu, 7 perkara di antaranya terkait Pemilihan Gubernur.
Salah satunya Pilgub Kalimantan Tengah (Kalteng). KPU Kalteng digugat oleh pasangan Ben Ibrahim-Ujang Iskandar.
Ben-Ujang tidak terima atas keputusan KPU Kalteng yang memutuskan pasangan pendapat suara terbanyak adalah Sugianto Sabran-Edy Pratowo dengan 536.128 suara.
Sedangkan Ben-Ujang mendapatkan 502.800 suara. Ben Ujang menilai KPU Kalteng tidak netral, seperti meningkatkan jumlah pemilih signifikan, penyalahgunaan struktur/birokrasi untuk mendukung salah satu calon, hingga money politics yang masif.
Oleh sebab itu, Ben-Ujang meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kalteng Nomor 075/PL02.6-Kpt/62/Prov/XII/2020, atau memutuskan digelar Pilkada ulang.
(ALB)