"Berdasarkan keseluruhan permohonan cuman 25 dari 136 yang penuhi ambang batas, hanya 18,51 persen terkait Pasal 158 Undang-Undang Pilkada," ujar peneliti Kode Inisiatif Ihsan Maulana dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 7 Januari 2021.
Syarat ambang batas selisih suara dalam mengajukan permohonan gugatan ke MK diatur pada Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada serta Pasal 7 ayat (1) dan (2) Peraturan MK. Dijelaskan selisih suara antarperoleh suara terbanyak dengan pemohon berkisar antara 0,5 persen hingga 2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir sesuai jumlah penduduk dalam wilayah daerah tersebut yang ditetapkan oleh KPU setempat.
Menurut Ihsan, 25 permohonan yang lolos ambang batas terdiri dua permohonan tingkat pemilihan gubernur (pilgub), 22 permohonan tingkat pemilihan bupati (pilbup), dan satu daerah pemilihan walikota (pilwali).
"Kalau dipersentase pilgub itu yang paling banyak, meskipun cuman dua kalau dipersentase ada 33,33 persen masuk ambang batas," jelasnya.
Baca: Pelanggaran TSM Jadi Dalil Terbanyak dalam Sengketa Pilkada 2020
Kendati demikian, MK belum tentu menolak 111 permohonan sengketa pilkada yang tidak memenuhi ambang batas suara. Hal itu berkaca pada Pilkada 2018 terdapat enam daerah yang tidak penuhi ambang batas tetap di periksa dan di pertimbangkan oleh MK seperti di Kabupaten Mimika dan Kabupaten Paniai.
"MK akan periksa pokok permohonannya. Nah hal ini masih terbuka ruang dipertimbangkan oleh MK," jelasnya.
(JMS)