Dalam The U.S. Army Operating Concept: Win in a Complex World, yang diterbitkan pada Oktober 2014, Angkatan Darat AS mengakui kemampuan ancaman perang hibrida dari Tiongkok, Rusia, dan Iran. Hasil kajiannya mengungkapkan, operasi informasi konvesional, perang siber, dan perang elektronik (Electronik Warfare) merupakan komponen penting dari perang hibrida.
Elite, Efektif, dan Efisien
Seorang Jenderal militer Tiongkok, Sun Tzu, mengungkapkan 'Strategi tanpa taktik adalah jalan yang paling lama menuju kemenangan. Taktik tanpa strategi hanyalah kebisingan menuju kekalahan. Pendapat ini sangat relevan dengan konsep perang hibrida di era digital.Tidak ada jalan yang mudah untuk memenangkan perang. Ketika perang Vietnam, Amerika Serikat harus rela kehilangan ribuan prajuritnya akibat masifnya gempuran media massa dalam negeri yang berimbas merontokkan moral prajurit di medan perang.
Berkaca dari perang Vietnam, militer Amerika Serikat mulai melakukan analisasi pemberitaan media guna menghindari kampanye negatif dan memengaruhi psikologis prajurit yang sedang bertugas demi negara. Teknik perang hybrida merupakan salah satu konsep dalam perang modern.
Salah satu unsur pendukung perang hibrida ini adalah perang cyber atau cyber warfare, perang teknologi digital ini berbasis jaringan untuk bertahan atau menyerang sistem informasi lawan. Teknologi komputer dan internet telah dimanfaatkan oleh para pelaku perang dalam upayanya untuk bersaing, menguasai, mengganggu dan menghentikan komunikasi atau bahkan merubah arus dan isi informasi serta berbagai tindakan lain yang berakibat merugikan dan menghancurkan lawan.
Menarik mengkaji pasca kemenangan Donald Trump dalam pilpres AS, sejumlah media sosial Facebook, Twitter, dan Google, dikritik berat karena dianggap gagal mengendalikan arus informasi palsu dalam bentuk berita hoaks ataupun hate speech (Tribunjateng.com). Berkaca dari kasus Trump tahun 2019 silam tak bisa dipungkiri bahwa kekuatan dari teknologi otomatis meningkatkan potensi ancaman terhadap kedaulatan negara akan berkembang menjadi sangat signifikan.
Atas nama demokrasi perlawanan politik menggunakan media sosial menjadi alat paling efektif. Di Indonesia, keragaman bahasa dan budaya dapat menjadi dari keunggulan, namun kedua keunggulan tersebutberpotensi menjadi minyak bakar yang efektif.
Dari data BSSN, terungkap bahwa tahun 2019 telah dilaporkan ada 290 juta kasus serangan siber di Indonesia, yang menyebabkan kerugian sebesar 34,2 miliar US Dolar. Hipotesis awalnya adalah, tren perubahan pola konvesional ke era digital merupakan tantangan nyata yang dihadapi oleh sistem pertahanan dan militer Indonesia terutama dalam unit–unit pasukan khusus.
Efektif dan efisien konsep yang tak bisa ditawar setiap operasi khusus dalam menunjang keberhasilan operasi. Dibutuhkan unit–unit kecil yang trampil untuk melakukan hybrid warfare seperti operasi ekonomi, perang siber, media sosial, perang nubika, bencana alam, proxy war, terorisme, narkoba, dan ideologi.