"Kenapa kami dari Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik melakukan penelitian itu karena melihat adanya potensi sampah karena semakin banyak pasien covid-19, maka pasti sampah semakin banyak," ujar peneliti dari Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI Arifin Nur, dalam diskusi daring, Selasa, 16 Februari 2021.
Menurut Arifin, latar belakang penelitian itu karena peningkatan jumlah limbah medis di berbagai fasilitas layanan kesehatan. Selain itu, masih terbatasnya fasilitas pengolahan limbah medis, yang masuk kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).
Baca: LIPI Beberkan Cara Daur Ulang Limbah Medis
Perancangannya, kata dia, diharapkan memiliki kelebihan. Contohnya, temperatur pembakaran yang dapat konstan pada suhu yang diinginkan, memakai bahan bakar LPG yang lebih banyak di pasaran, cepat mencapai temperatur kerja yang diinginkan, emisi gas buang rendah, harga jual dan biaya perawatan murah, serta teknologi mudah dipahami.
Arifin dan tim telah mulai membangun purwarupa dan saat ini sedang menjalankan tes api. Purwarupa itu memiliki volume ruang (chamber) 100 liter dengan tingkat pembakaran 70 liter per jam, atau tergantung terhadap material bahan limbah medis. Maksimal temperatur ruang pembakaran 1.000 derajat Celcius.
Dia mengakui terdapat beberapa kendala untuk insinerator skala kecil tersebut. Contohnya, perlu pelatihan pengoperasian dan penggunaan alat, perizinan dan manajemen dari pengoperasian, potensi dampaknya terhadap lingkungan dan penanganan limbah sisa insinerasi.
Baca: 2021, Alokasi Dana Penelitian di PTNBH Capai Rp399,3 Miliar
Insinerator skala kecil itu itu adalah bagian dari inovasi LIPI untuk membantu mengatasi limbah alat pelindung diri (APD) yang meningkat karena covid-19.
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Agus Haryono mengatakan, selain insinerator, terdapat pula riset perihal daur ulang limbah masker, instalasi pengolahan air limbah dengan plasma nanobubble, serta alat penghancur jarum suntik. Menurut Agus, penelitian itu adalah bagian dari usaha LIPI untuk berkolaborasi agar hasil riset dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
"Kolaborasi, kerja sama, sinergi ini akan mempercepat hilirisasi dari sains, teknologi dan inovasi. Kemudian juga diperlukan agar inovasi ini bisa tepat sasaran," ujar Agus.
(AGA)