Menurut Pakar Epidemiologi Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, klaim tersebut tidak berdasar lantaran tidak disertai bukti ilmiah.
"Overklaim yang dikalkukan ya seperti bisa bertahan seumur hidup itu tidak didukung basis ilmiah, apalagi kita bicara vaksin untuk penyakit menular," kata Dicky kepada Medcom.id, Selasa, 23 Februari 2021.
Menurutnya, peneliti tak bisa asal bicara mengenai penelitian vaksin. Apalagi, menurut dia, klaim kemampuan vaksin tersebut tanpa riset yang jelas dan terbuka.
Dia pun meminta tim peneliti vaksin Nusantara untuk transparan. Dia berharap ada etikat baik dari tim peneliti untuk memaparkan proses penelitian.
"Dari awal prosesnya tidak ada riwayat transparansi dari vaksin ini. Dari fase satu ke dua itu harus jelas," jelas Dicky.
Baca: Penelitian Vaksin Nusantara Dianggap Tidak Transparan
Dia juga meminta tim peneliti dapat menunjukkan efesiensi, efektivitas, visibilitas dan fleksibilitas vaksin melalui hasil riset. Berbagai keterbukaan tersebut diperlukan, sebab vaksin ini akan diberikan kepada manusia.
"Karena ini menyangkut kesehatan publik. Produk kesehatan itu mau obat, mau alat, mau vaksin itu harus jelas tahapanan-tahapan pertama dari prosesnya untuk menjaga kualitas," ungkapnya.
Saat ini, vaksin Nusantara tengah dikembangkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Universitas Diponegoro (Undip) di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi, Semarang, Jawa Tengah.
(AGA)