Bogor: Guru Besar Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University, Bambang Widigdo menilai bisnis udang masih sangat menarik secara ekonomis karena berorientasi ekspor. Pada tingkat petambak, margin usaha ini berkisar antara 30-40 ribu per kilogram dan tidak terpengaruh pandemi covid-19.
"Agar produk budidaya udang Indonesia dapat bersaing di pasar internasional, kita harus dapat menunjukkan seberapa jauh dapat memenuhi persyaratan atau kriteria internasional," ujar Bambang, dikutip dari siaran pers IPB, Selasa, 4 Januari 2021.
Ia menambahkan, kriteria yang dimaksud telah dirumuskan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dalam panduannya yang disebut dengan International Principles of Responsible Shrimp Farming (IPRSF).
"Inti dari persyaratan tersebut adalah kegiatan produksi udang budidaya harus dijalankan dengan cara yang ramah lingkungan, ramah sosial dan produknya sehat dikonsumsi atau tidak mengandung antibiotik dan residu bahan kimia yang berbahaya," ujarnya.
Menurutnya, persoalan lingkungan yang terkait dengan budidaya tambak udang, di antaranya perubahan bentang alam mangrove yang dikonversi menjadi tambak, salinasi (intrusi air laut ke tanah daratan), penggunaan tepung ikan (by catch), pencemaran perairan pesisir akibat limbah tambak, serta ancaman 'biodiversity' (jika benur diambil dari alam).
"Pemerhati atau peneliti lingkungan belakangan ini juga mulai gencar menghubungkan peningkatan gas rumah kaca (greenhouse gasses) dengan perluasan tambak udang," ungkapnya.
Baca: ImmersITS, Modul Pembelajaran Online Imersif Rancangan Dosen ITS
Menurut kajian beberapa peneliti, kegiatan tambak udang menduduki peringkat pertama dalam menurunkan luasan hutan mangrove Indonesia, diikuti oleh penambangan kayu, dan kegiatan lainnya. Dilematisnya, saat ini pemerintah sedang berupaya meningkatkan produksi udang mencapai 250 persen di tahun 2024 dibanding 2018, serta berencana membuka tambak baru sekitar 100 ribu hektar.
"Maka disarankan agar tambak dibangun di atas kawasan supratidal (di atas kawasan hutan mangrove) dan tambak tambak tradisional ditingkatkan intensitasnya menjadi tradisional plus, semi intensif, atau intensif," ujarnya
Bambang menyoroti lahan tambak yang terbengkalai sebaiknya dapat kembali ditanami pohon-pohon mangrove. Hal ini agar produk Indonesia memenangkan persaingan global.
"Maka harus mengikuti sertifikasi baik melalui program nasional (CBIB) maupun internasional," jelasnya.
(AGA)
Cara untuk mendapatkan Berita terbaru dari kami.
Ikuti langkah berikut ini untuk mendapatkan notifikasi
- Akses Pengaturan/Setting Browser Anda
- Akses Notifications pada Pengaturan/Setting Browser Anda
- Cari https://m.medcom.id pada List Sites Notifications
- Klik Allow pada List Notifications tersebut
Anda Selesai.
Powered by Medcom.id