"Computational thinking bukan ilmu matematika atau sosial, tapi ilmu yang berkaitan dengan cara membaca yang harus diajarkan sejak siswa berada di lingkungan Madrasah Ibtidaiyah," kata Ramdhani melalui keterangan tertulis, Sabtu, 23 Januari 2021.
Ia mengatakan, output yang harus dicapai adalah kemampuan membaca ayat kauniyah pada prosedur- prosedur kemanusiaan dengan menghadirkan alat. "Saya harap, ini harus kita ajarkan sejak di Madrasah ibtidaiyah," tambahnya.
Guru besar UIN Bandung ini menambahkan, ada 50 madrasah yang diinjeksikan computational thinking dan dikompetisikan secara internasional. Hebatnya, kata dia, Indonesia mendapat ranking lima dunia.
Baca: Kemenag Minta Kuota Guru PPPK Madrasah Ditambah Jadi 192 Ribu
Ramdhani menyatakan, pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Tidak boleh ada uji coba dalam proses pendidikan, dan kemampuan dalam beradaptasi harus tetap berkembang.
"Kita menghadapi banyak kompetisi. Dan konsep pendidikan haruslah matang," tegas Ramdhani.
Ia menekankan pentingnya memiliki kemampuan adaptasi untuk menghadapi berbagai kompetisi. Makanya, guru tidak boleh berhenti belajar dan mengikuti setiap perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi.
"Berhenti belajar bagi seorang guru adalah hakikat kematian bagi seorang manusia. Guru adalah mereka yang siap mendedikasikan hidupnya pada pembelajaran sepanjang hayat. Dalam istilah akademika, yang ada adalah winner dan the better. Tidak ada istilah kalah, buat kita, yang perlu adalah terus belajar," tuturnya.
(AGA)