"Ini sebenarnya betul-betul film pendidikan," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 30 September 2020.
Ia mengatakan, ketika pembuatan film tersebut tidak ada pengawasan atau kontrol yang begitu ketat. Sebab, semua diterapkan setelah naskahnya disetujui lalu diterjemahkan dalam sebuah akting.
Pemutaran film tersebut, ujar Abdurakhman, sejatinya baik bagi anak didik sebagai referensi ilmu pengetahuan tentang peristiwa yang terjadi pada 1965. Ia berpandangan apabila ada pihak-pihak yang mengartikan film tersebut tidak benar maka dipersilakan membuat film versi lain, namun harus berdasarkan sumber-sumber sejarah atau fakta sejarah.
"Jadi bukan suatu upaya untuk melencengkan," ujar Ketua Departemen Sejarah UI itu.
Baca: Sejarawan Unand: Kebenaran Film G30S/PKI Semakin Diragukan
Sebagai sejarawan, ia berpandangan sudah selayaknya anak bangsa mengetahui kebenaran peristiwa yang terjadi pada 30 September 1965. Apabila ada orang yang tidak setuju terkait pemutaran film tersebut, maka kembali pada konteksnya.
Sebab, penanaman karakter kebangsaan kepada masyarakat adalah sebuah kewajiban negara. Bila hal itu tidak dilakukan oleh negara, maka bersiaplah menerima generasi muda yang tidak mencintai bangsanya sendiri.
Ia menyakini, bila penanaman karakter kebangsaan dilakukan kepada generasi muda, maka mereka akan bangga dengan bangsanya dan membangun tanpa mendahului kepentingan pribadi. Sebagai sejarawan, ia mendukung penuh pemutaran film G-30S/PKI kepada generasi muda sebagai referensi dan upaya menumbuhkan karakter kebangsaan.
(AGA)