"P2G juga meminta agar kepala sekolah yang bersikap otoriter dalam kepemimpinannya agar ditindak tegas oleh Dinas Pendidikan sesuai aturan yang berlaku, jika perlu diberhentikan saja sebagai efek jera," kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim dalam keterangannya, Senin, 15 Februari 2021.
Ia menilai ekosistem sekolah harus bersih dari unsur kepemimpinan otoriter dan diskriminatif. Sebab, sekolah merupakan arena laboratorium kecil demokrasi.
Sementara, Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri menekankan, guru seharusnya mendapat perlindungan. Dengan mengemukanya jumlah gaji guru honorer yang kecil, bukan lantas guru tersebut dipecat.
Baca: Kasus Guru di Bone Seharusnya Berujung Perhatian, Bukan Pemecatan
Iman menjelaskan jika dengan adanya kasus ini, kesejahteraan guru honorer semestinya lebih diperhatikan dan mendapat perbaikan. Bukan malah dihadiahi pemecatan.
"Catatan P2G, masih banyak sekali guru honorer yang dibayar tidak wajar, bahkan kurang dari 700 ribu, apalagi di sekolah swasta pinggiran," terang Iman.
Menurut Iman, kasus tersebut bertolakbelakang dengan pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Nadiem, kata dia, kerap menyatakan ingin memperbaiki kesejahteraan para guru honorer.
"Setiap Hari Guru, para guru honorer selalu diberikan angin surga. Kemudian tahun berikutnya muncul fakta pendidikan dan guru yang bertolakbelakang dengan janji-janji tersebut. Tahun lalu kami sudah menyebutnya ‘prank’, karena janji tersebut tidak terlaksana," tutur Iman.
(AGA)