Melalui AD ini, penonton dengan penglihatan normal pun dapat menikmati film dengan cara yang berbeda dari biasanya.
"Kami sengaja tidak menampilkan visualnya sama sekali, sehingga kawan-kawan awas bisa merasakan sensasi 'menonton' film hanya mengandalkan pendengaran mereka," kata penulis sekaligus Publicity and Distribution Manager film Jemari, Perdana Kartawiyudha, melalui keterangan tertulis UMN, Rabu, 2 Desember 2020.
Menurut dia, sensasi menikmati filam ini akan lebih terasa berbeda ketika mendengarkannya dengan earphone. Lalu, mata ditutup rapat. "Bakal beda sensasinya," ungkap dia.
Publik dapat mengakses AD dari film yang sedang berlaga di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2020 ketegori film cerita pendek terbaik ini mulai 3 Desember 2020, bertepatan dengan peringatan Hari Disabilitas Internasional. Tidak hanya AD, pada waktu yang bersamaan akan dirilis pula sebuah diskusi podcast berjudul 'Membuat Film untuk Didengar (Bukan Hanya Ditonton)' melalui situs bekantanpictures.com/jemari.
Baca: Universitas Trisakti Gelar Lomba Virtual Semarakkan Dies Natalis
Podcast ini berisi diskusi bersama sejumlah tuna netra di Jakarta tentang bagaimana mereka menikmati film dalam format audio description. Diskusi juga akan dihadiri oleh tim pembuat film Jemari di Tangerang dan tim pembuat AD dari Minikino dan Teater Kalangan di Bali.
"Kami berharap melalui podcast ini, para pembuat film pun tergerak untuk membuat AD dari film mereka agar dapat membuka jejaring ke kelompok penonton baru, seperti kelompok tuna netra dan low vision." ucap Produser film Jemari, dari rumah produksi Bekantan Pictures, Jose Prabowo.
Publikasi versi audio description dari film pendek yang telah memenangkan National Jury Competition di Minikino Film Week 6 (Bali International Short Film Festival 2020) ini bukan tanpa alasan. Sejak awal, film Jemari dibuat sebagai bentuk advokasi atas hak-hak kelompok minoritas yang seringkali terenggut oleh masyarakat, bahkan hingga akhir hayat mereka.
"Perilisan film versi AD ini merupakan kelanjutan komitmen kami menyuarakan hak dari kelompok minoritas. Kali ini fokus kami pada penyandang disabilitas. Kami merasa mereka pun berhak mendapatkan kesempatan menikmati film dengan cara yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka," ucap Sutradara film Jemari, Putri Sarah Amelia.
Jemari yang Menari di Atas Luka-Luka bercerita tentang seorang perias jenazah yang hadir di tengah duka seorang ibu yang baru saja kehilangan anaknya yang 'berbeda' dalam sebuah kecelakaan. Film pendek tanpa dialog ini merupakan satu-satunya perwakilan Indonesia di ajang festival film pendek tertua dan terbesar di Jepang, ShortShort Film Festival and Asia 2020, sebuah festival film berlabel Oscar Qualifying. Info terkait penayangan film Jemari berikutnya bisa dicek di Instagram @jemari.film.
(AGA)