Hal itu disampaikan Abdul Kohar saat mengisi materi dalam acara Seminar Nasional "Call for Paper Komunikasi, Literasi, Media dan Budaya" di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Kohar mengatakan, bangsa Indonesia saat ini sedang berada di era melubernya informasi yang nyaris sulit disaring mana yang benar dan mana yang bohong.
"Seolah-olah benar, padahal salah," jelas Direktur Pemberitaan Medcom.id, Abdul Kohar di Kampus Untag Surabaya, Kamis, 28 November 2019.
Pria kelahiran Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur ini lebih lanjut menceritakan sebenarnya kehadiran media sosial banyak melahirkan manfaat. Namun di sisi lain juga bisa melahirkan petaka.
Salah satu contoh kasus yang berkembang saat ini misalnya, tengah menimpa Agnes Monica (Agnez Mo). "Agnez Mo yang dalam wawancaranya ada beberapa menit dipotong sedemikian rupa menjadi beberapa detik. Makanya, kalau kita lihat videonya secara utuh, maka kita bisa menanggapinya secara dingin. Makanya saat ini, eranya disebut sebagai era pascakebenaran. Orang saat ini lebih mencari apa yang diinginkan, bukan apa yang semestinya didapatkan," tegasnya.
Lantas, apa yang terjadi? Menurutnya, di tengah melubernya informasi yang berkembang, maka masyarakat diminta untuk meningkatkan literasi sebagai bekal menyaring informasi. Sehingga tidak mudah termakan oleh berita bohong.
"Media sosial, seakan akan menghipnotis seseorang. Makanya satu-satunya pengendali media sosial adalah media mainstream. Media harus mengambil peran dalam mengendalikan informasi hoaks. Dengan cara apa, menjadi verifikator. Ketika orang-orang bigung mana yang benar atau tidak, maka tugas media adalah menjadi penengah untuk mengecek fakta (fact checking)," tambahnya.
Fungsi media, lanjutnya, akan menjaga kewarasan publik melalui verifikasi, lebih independen, dan berjarak dengan politik praktis. Sehingga kepercayaan publik akan terbangun dan masyarakat akan lebih berhati-hati dalam memanfaatkan media sosial.
(CEU)