Wakil Sekjen FSGI, Fahriza Marta Tanjung mengungkapkan, misinformasi ini disebabkan adanya pro dan kontra yang sangat tajam ditambah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah termasuk kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim yang membuat misinformasi ini tersebar dengan masif.
“Pro kontra yang terjadi tidak bisa dipandang sebelah mata, bahkan dikhawatirkan dapat menjadi amunisi tindakan intoleran lainnya," ungkap Fahriza dalam siaran pers yang diterima Medcom.id, Minggu, 7 Februari 2021.
Dalam temuan FSGI menunjukkan, misinformasi ini menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran, khususnya bagi orang tua peserta didik dan sekolah. Salah satunya seperti dibeberkan Nihan, Kepala SMA Negeri 3 Kabupaten Seluma, Bengkulu.
Ia mengatakan, di sekolahnya orang tua peserta didik beranggapan bahwa penggunaan jilbab dilarang sama sekali. “Bahkan ada yang beranggapan bahwa siswa diberi hak sebebas-bebasnya untuk menentukan bentuk dan jenis seragam sekolahnya,” ungkapnya.
Baca juga: FSGI: 30 Hari untuk Mencabut Perda Intoleran Terlalu Singkat
Saat ini, Nihan pun belum bisa memberi klarifikasi perihal hal tersebut kepada orang tua. Sebab, belum mendapatkan sosialisasi.
Senada dengan Nihan, Slamet Maryanto, guru SMAN 38 Jakarta mengungkapkan, akibat misinformasi SKB tersebut, banyak orang tua yang khawatir, terutama yang menyekolahkan anaknya di Madrasah.
“Mereka khawatir jika madrasah seperti MI, MTs maupun MA jangan-jangan juga akan dikenakan aturan yang sama. Akan diberi kebebasan memilih untuk menggunakan jilbab atau tidak,” ucap Slamet.
Sementara itu, Kepala SMPN 52 Jakarta, Heru Purnomo mengungkapkan, bahwa sebelum keluarnya SKB 3 Menteri, sebagian sekolah itu ada yang mewajibkan siswa yang menggunakan jilbab, agar menggunakan jilbab yang ada logo sekolahnya.
“Lalu Ini bagaimana? Apa mau dilarang pakai jilbab berlogo sekolah, karena jangan sampai kami divonis melanggar SKB tersebut. Padahal, Kami tidak mewajibkan siswa untuk berjilbab?“ tambah Heru.
(CEU)