Namun, langkah tersebut dikritik oleh legenda hidup tenis Yayuk Basuki. "Kritik saya pada pemerintah ialah, bonus yang besar itu bukan dalam bentuk cash (uang tunai)," kata Yayuk kepada Medcom.id, Minggu (8/9/2019).
Saat ini, atlet mendapatkan bonus yang sangat besar jika mampu mengukir prestasi di berbagai ajang multievent. Contoh pada ajang Asian Games 2018. Peraih medali emas diberikan bonus Rp1,5 milyar, sedangkan perak dan perunggu mendapatkan Rp500 juta dan Rp250 juta.
Yayuk menjelaskan, seharusnya pemerintah memberikan hadiah berupa jaminan kesejahteraan masa depan. Sebab, tidak semua atlet mampu mengelola keuangan dengan baik untuk jangka panjang.
"Kita semua berharap tidak ada lagi mantan atlet yang menjual medalinya untuk bertahan hidup," kata Yayuk.
Selain itu, bonus dalam bentuk uang tersebut dianggap tidak baik bagi mental atlet. "Tidak sedikit atlet kita yang sudah menanyakan hadiah/bonus sebelum bertanding," tambahnya.
Anggota Eight Club itu pun membandingkan kondisi saat ini dengan masanya dulu saat aktif sebagai atlet tenis. Saat itu, motivasi Yayuk dan atlet lainnya adalah mengharumkan Indonesia di tingkat internasional.
"Kita dituntut untuk fokus meningkatkan prestasi tanpa dibuat manja oleh bonus yang menggiurkan. Karena mindset kita adalah bagaimana caranya Merah Putih berkibar dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan," pungkas Yayuk.
(KAH)