"Salah satunya ialah memperkuat peran nelayan dan melindungi nelayan dengan pertimbangan yang menyeluruh," kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian I Kantor Staf Presiden (KSP) Alan F Koropitan dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa, 10 November 2020.
Pemerintah mempertimbangkan nasib nelayan lewat aspek yang lebih holistik. Aturan yang dulu hanya seputar kapasitas usaha dari ukuran kapal tangkap, tapi tak mempertimbangkan kekuatan modal nelayan.
“Misalnya, pemilik kapal di bawah 10 gross tonage (GT), tapi punya modal besar dan mesin kapasitas besar. Ini tidak bisa masuk kategori nelayan kecil," ujar Alan
UU Cipta Kerja mempertajam definisi nelayan kecil demi memperkuat pengelolaan dan membuat program yang tepat sasaran. Negara akan mengatur melalui perundang-undangan dan aturan turunan seperti peraturan pemerintah yang lebih berpihak pada ekonomi kecil.
“Definisi nelayan akan dipadankan dengan kategori UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Sehingga dapat mendorong para nelayan untuk memperoleh akses permodalan dari perbankan serta bantuan pemerintah lebih tepat sasaran," kata dia.
Baca: UU Cipta Kerja Karpet Merah UMKM
Izin sektor UMKM semakin mudah dalam UU Cipta Kerja. Aturan tersebut dan definisi yang jelas membuat nelayan tradisional atau tanpa modal besar dapat lebih makmur.
UU Cipta Kerja juga mengatur akses asing terhadap pengelolaan perikanan, terutama di zona ekonomi eksklusif (ZEE). Walau Negara hanya berdaulat penuh hingga perairan teritorial, Indonesia memiliki hak berdaulat hingga ZEE.
“(Hak berdaulat) meliputi hak eksplorasi, eksploitasi, dan pemeliharaan keberlanjutan lingkungan,” kata Alan.
Saat ini, Indonesia tidak membuka izin masuk kapal asing. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 melarang modal asing di sektor penangkapan ikan di Indonesia.
(SUR)