Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini menjelaskan terdapat beberapa permasalahan dalam penerapan jaminan itu kepada nelayan. Salah satunya, nelayan kerap berpindah-pindah dari satu kapal ke kapal lain.
"Dia berangkat ke laut tiga bulan, nah seringkali setelah dia pulang ke darat, tidak naik kapal lagi. Sehingga pemilik kapal sangat keberatan terbadap kasus-kasus seperti ini," ujar Zaini dalam sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan yang disiarkan virtual, Rabu, 3 Maret 2021.
Zaini menyebut koordinasi dengan beberapa perusahaan asuransi tengah dilakukan untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Terdapat dua mekanisme asuransi yang rencananya diterapkan.
(Baca: Pengusaha Diwajibkan Memberikan Jaminan Sosial kepada Nelayan)
Pertama, penerapan asuransi tidak atas nama nelayan, melainkan atas nama kapal. Hal ini serupa dengan asuransi untuk kendaraan umum, yang memberlakukan seluruh penumpang mendapat asuransi.
"Sehingga setiap pergantian anak buah kapal (ABK) atau nelayan di atas kapal tidak terpengaruh pada asuransi (yang) dibayarkan," beber dia.
Kedua, pembayaran asuransi tidak dilakukan setiap satu tahun. Melainkan, dibayar setiap kali berlayar dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
"Ini sudah ada yang mulai berminat masuk ke asuransi perjalanan. (Misalnya) perjalanan tiga bulan ya selama tiga bulan diasuransikan. Sehingga biaya untuk premi tidak beratkan pelaku usaha," tutur dia.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan nelayan akan mendapat jaminan sosial. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.
"Telah diatur mengenai keharusan bagi pemilik kapal perikanan, operator kapal perikanan, agen awak kapal perikanan atau nakhoda untuk memberi jaminan sosial terhadap awak kapal perikanan," ujar Trenggono.
(REN)