Dia mencontohkan kasus penghalangan dalam mendirikan rumah ibadah Heraja Baptis Indonesia Tlogo Sari di Semarang, penyegelan atas makam leluhur masyarakat adat AKUR Sunda Wiwitan di Kabupaten Kuningan. Lalu, penghalangan atas pembangunan Gereja Yasmin Bogor dan banyak kasus lain.
"Hal ini menunjukkan belum adanya penyelesaian yang utuh dan terstruktur terhadap permasalahan intoleransi," ungkap Taufan.
Kritik berikutnya terkait akses untuk mendapatkan keadilan. Taufan melihat pintu memperoleh hal tersebut minim, terlihat dari penolakan Undang-Undang Cipta Kerja.
Kekerasan oleh aparat penegak hukum dan masyarakat juga kerap terjadi. Taufan mengatakan Komnas HAM tidak mentoleransi segala bentuk kekerasan baik oleh aparat negara maupun masyarakat. Pasalnya, hal itu tidak mencerminkan prinsip negara hukum dan HAM.
Terakhir, yakni kebebasan berpendapat dan berekspresi. Komnas HAM mencatat lebih dari 5.198 orang ditangkap kepolisian sejak demontrasi penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dilakukan pada Senin, 5 Oktober 2020.
"Tidak kalah pentingnya ini juga menimpa kalangan jurnalis, melalui tindakan kriminalisasi, hacking, doxing, dan lainnya. Sehingga belakangan ini kami melakukan berbagai langkah-langkah mendekati Dewan Pers, aliansi jurnalis, dan pemerintah," tutur Taufan.
(ADN)