“Ini semua membutuhkan masukan atau partisipasi dari masyarakat, dan ini yang kita belum dengar sampai sekarang,” ujar pakar hukum tata negara Bivitri Susanti dalam tayangan Primetime News di Metro TV, Senin, 17 Januari 2022.
 
Persyaratan tersebut tertuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Menurut Bivitri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlihat mementingkan dirinya sendiri yang hendak turun jabatan pada 2024.
Jokowi terkesan mendorong pemindahan ibu kota dikebut. Bivitri membandingkan durasi proses pembentukan perundang-undangan lainnya.
Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) memakan waktu 9 bulan sejak awal pembahasan. Sementara itu, RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) sudah memakan waktu 6 tahun dan belum juga selesai dibahas.
Selain itu, pemindahan melibatkan hajat hidup masyarakat. Seiring proses tersebut, setidaknya ratusan ribu aparatur sipil negara (ASN) harus turut dipindahkan. Pembentuk undang-undang juga patut mempertimbangkan pendapat masyarakat Jakarta dan Kalimantan Timur.
“Tidak fair karena dampaknya akan dirasakan oleh warga, bukan Pak Jokowi seorang,” kata Bivitri.
Nama ibu kota baru juga jadi persoalan. Nama Nusantara dipandang Bivitri kurang kreatif. Bivitri berpendapat beleid dan nama ibu kota dapat membuahkan hasil yang lebih baik jika dikonsultasikan dengan masyarakat. (Kaylina Ivani)
(SUR)