“Partai harus hadir lebih banyak di masyarakat,” kata Djayadi dalam diskusi virtual, Kamis, 8 April 2021.
Menurut dia, cara pertama, yakni mengharapkan kesadaran dan kesukarelaan parpol. Parpol perlu rutin memperhatikan masyarakat, khususnya saat mendapat kursi di tingkat legislatif maupun eksekutif.
“Caranya hadir melalui kebijakan untuk menyelesaikan problem masyarakat,” ujar dia.
Meski begitu, Djayadi sangsi bila berharap kesukarelaan parpol. Pasalnya, orientasi yang muncul cenderung jangka pendek untuk keterpilihan atau elektoral.
Cara kedua, kata Djayadi, dengan ‘memaksa’ parpol hadir melalui rekayasa kelembagaan. Langkah yang perlu diambil, yakni mengubah sistem pemilu agar tidak menjadi ajang lima tahunan.
Baca: Reformasi Partai Politik Dinilai Mendesak
“Dalam lima tahunan, pilpres dan pileg berbarengan, jadi fokusnya pemilu nasional,” ujar dia.
Djayadi menjelaskan sistem lima tahunan kurang ideal lantaran isu di daerah dan legislatif menjadi tenggelam. Parpol bakal sibuk memenangkan pemilihan di tingkat nasional.
Dia mengusulkan memisahkan pemilu nasional dengan lokal sehingga beban di tingkat nasional berkurang. Sementara itu, pemilu lokal fokus di 507 kabupaten/kota plus 34 provinsi. Pemilu lokal dipecah menjadi pemilu provinsi dan pemilu kabupaten/kota.
Waktu pelaksanaannya perlu jeda dua tahun antara pemilu nasional dan lokal. Kemudian pemilu provinsi dan kabupaten/kota ada jeda satu tahun. Bila pemilu nasional diselenggarakan pada 2024, pemilu provinsi pada 2026, dan pemilu kabupaten/kota pada 2027.
“Jadi parpol ‘dipaksa’ hadir tidak hanya lima tahunan tapi lebih banyak hadir bagi masyarakat,” tutur Djayadi.
(OGI)