"Banyak masyarakat yang takut mengemukakan pendapat di muka umum terutama terkait politik dan hukum. Kita juga bisa melihat banyak aksi demonstrasi yang dipereteli. Para demonstran ditangkap dan dipersekusi," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam diskusi virtual, Rabu, 9 Desember 2020.
Menurut dia, pada tahun ini, terjadi pula degenderisasi yang ditandai penghapusan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Korban kekerasan seksual pun terancam kehilangan hak dan keadilan.
"Dari segi ini saja, negara sudah tidak bisa menjamin semua masyarakat mendapat perlakuan hukum yang sama," tutur dia.
Baca: Dua Penyebab Peradilan HAM Berat di Indonesia Berlarut-larut
Di luar merosotnya kebebasan sipil, Amnesty mencatat ada pelemahan dalam kebebasan beroposisi. Pemerintahan dinilai berupaya menggemboskan oposisi politik dari kelembagaan formal, seperti partai politik dan DPR. Praktis perlawanan hanya muncul dari masyarakat dan mahasiswa.
"Itu pun kerap mendapat represi yang cukup serius. Ini menandakan bahwa di Indonesia tengah terjadi regresi demokrasi," ucap Usman.
Pengamat Hukum Universitas Airlangga Herlambang Wiratraman mengatakan represi terhadap kebebasan sipil sedianya sudah terlihat jelas sejak 2019 dan semakin parah pada 2020. Mahasiswa yang menyuarakan pendapat, contoh dia, terancam diskors.
"Bahkan ada yang tewas karena ditembak saat demonstrasi. Itu terjadi saat penolakan revisi UU KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," jelas Herlambang.
(OGI)