Kendati locus delicti-nya berbeda-beda, secara umum bisa disimpulkan dalam frasa ‘meringkas sejarah’. Ada pula yang berolok-olok dengan menyebut beragam aksi tersebut dengan kalimat ‘meringkus sejarah’.
Dalam soal versi sejarah, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo sangat getol memanfaatkan momentum September sebagai bulan ‘kewaspadaan terhadap kebangkitan PKI’. Isu itu bahkan ia kait-kaitkan dengan pencopotan dirinya dari jabatan Panglima TNI. Sang jenderal berupaya meyakinkan publik bahwa ajakannya untuk nonton bareng film G-30-S/PKI membuat simpatisan PKI gerah lalu berujung pada pencopotan dirinya.
Tapi, apakah logika konspiratif yang dibangun Gatot bahwa ia diganti karena getol mengajak publik nobar ialah fakta? Hingga detik ini tidak ada penjelasan yang memadai, apalagi meyakinkan.
Fakta yang terang-benderang ialah saat Presiden Joko Widodo melantik Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI menggantikan dirinya pada 8 Desember 2017, Gatot legawa. Saat itu ia mengatakan, “Kita jangan melihat akhirnya, tapi seharusnya tanya, dong, berapa lama saya menjabat. Saya menjabat dua tahun lebih. Jadi, ya, sudah sewajarnya. Ini positif.”