Cara pertama ialah menggandeng nelayan menjadi milisi di laut. Artinya, nelayan direkrut pemerintah untuk menjadi bagian dari penjaga keamanan laut. Menurut dia, cara ini tergolong murah dan efektif dilakukan oleh Tiongkok dengan membuat milisi di sektor perikanan.
"Dalam satu tahun, nelayan China bisa menangkap sembilan hingga sepuluh drone dari laut mereka menggunakan jala," kata Iskandar dalam program Primetime News dengan tema Drone Asing 'Mata-matai' Laut RI?, Minggu, 3 Januari 2021 malam.
Kedua, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Perhubungan bekerja sama mengembangkan alat pendeteksi objek bawah laut atau underwater object detection dataset (UDD). Alat ini kerap digunakan negara-negara maju untuk mengumpulkan data kelautan, perikanan, hingga pertahanan negara di bawah laut.
Baca: KSAL: Drone Bawah Laut Bisa Digunakan Industri dan Militer
Usul ketiga Iskandar ialah menanam sistem pengawasan berbasis sonar (sonar surveillance). Penanaman sistem ini juga harus diikuti dengan patroli ketat yang dilakukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) bersama TNI Angkatan Laut.
"Patroli harus terus dilakukan di seluruh ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dan choke point (titik sempit) di perbatasan," kata Iskandar.
Drone menjadi perbincangan hangat di awal tahun karena adanya temuan tak sengaja oleh nelayan Indonesia. Drone berukuran sekitar dua meter itu terjaring jala nelayan di Pulau Bonerate, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, pertengahan Desember 2020. Benda asing itu kemudian diamankan ke pangkalan TNI Angkatan Laut.
(OGI)