"DPR harus bisa menangkap kegelisahan masyarakat atas kekerasan seksual. Tahun demi tahun, kekerasan seksual terus meningkat. Kita perlu payung hukum yang kuat," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangan tertulis, Jumat, 27 November 2020.
Amnesty International Indonesia menyerahkan 3.352 surat yang berisi desakan pengesahan RUU PKS kepada Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas. Usman mengatakan pengesahan RUU PKS menjadi keputusan politik negara yang sangat mendesak.
"Para pimpinan dan anggota Baleg DPR harus menyadari pentingnya RUU ini," ucap dia.
Komnas Perempuan mencatat per Juli 2020 terjadi peningkatan sebesar 75 persen kekerasan terhadap perempuan selama masa pandemi covid-19. Sedangkan, laporan yang diadukan ke polisi hanya sekitar 29 persen dari 13.611 kasus perkosaan yang diterima lembaga layanan di tingkat pertama dalam kurun 2016-2019.
(Baca: Sejumlah Fraksi Minta RUU PKS Dipertahankan di Prolegnas Prioritas 2021)
"Ironinya, jumlah kasus kekerasan seksual minim sekali yang dilaporkan. Catatan Tahunan Komnas Perempuan pada Maret lalu menunjukkan setidaknya 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi pada 2019," ungkap Usman.
Usman mengatakan banyak keluarga korban telah melaporkan kasus kekerasan ke polisi. Namun tidak ditindaklanjuti dengan alasan kurang bukti.
Selain itu, banyak korban enggan bersuara karena merasa terintimidasi akibat relasi sosial atau relasi kekuasaan yang tidak seimbang dengan pelaku. Sehingga, RUU PKS mendesak disahkan.
"Kita butuh undang-undang yang memberi jaminan kepada mereka untuk tidak ragu lagi menyeret pelaku, siapa pun dia, ke jalur hukum,” tegas Usman.
Panitia Kerja (Panja) Prolegnas Prioritas 2021 menyampaikan RUU PKS terdaftar dalam 38 RUU usulan untuk masuk Prolegnas Prioritas 2021. Beberapa fraksi DI DPR, yakni Nasdem, PDI Perjuangan, PKB, dan Golkar mengusulkan agar RUU PKS kembali masuk Prolegnas.
(REN)