"MK sudah memutus menyangkut bagaimana keserentakan pemilu dengan memberi opsi enam cara yang bisa dilakukan terkait format pemilu serentak," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK, M Guntur Hamzah, dikutip dari laman MK, Rabu, 24 November 2021.
Keenam usulan model pemilu serentak itu yakni:
- Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD
- Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden, gubernur, dan bupati/wali kota
- Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden, anggota DPRD, gubernur, dan bupati/wali kota
- Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, pemilihan gubernur, dan bupati/wali kota
- Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur
- Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota dan memilih bupati/wali kota.
"Jadi pedoman maupun petunjuk bagi penyelenggara pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), termasuk juga dari pemerintah untuk menindaklanjuti putusan MK," ujar Guntur.
Baca: KPU Hampir Pasti Usulkan Pemilu Digelar 21 Februari 2024
Pemerintah dan DPR, kata Guntur, akan menentukan dari berbagai aspek pertimbangan terkait usulan itu. Pertimbangan bisa melalui evaluasi terhadap pemilu serentak sebelumnya untuk menetapkan format pemilu serentak.
Guntur juga menyinggung tenggang waktu penyelesaian perselisihan hasil pemilu serentak maupun pemilihan kepala daerah (pilkada). Prinsip dasar MK, kata dia, satu hari pun tidak boleh lewat dari tenggang waktu yang sudah ditentukan oleh undang-undang.
"Kalau MK melewati tenggang waktu yang ditentukan, hal itu dianggap cacat," ujar Guntur.
Guntur memastikan MK memiliki cara tersendiri menangani perkara pilkada. Hal ini berdasarkan pengalaman MK dalam menangani perkara.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi kunci dalam penyelesaian perkara di MK. Unsur itu akan memudahkan dan mempercepat penanganan perkara.
"Mau dikasih waktu 14 hari kerja, selesai. Dikasih waktu 30 hari kerja, selesai. Dikasih waktu 45 hari kerja, juga selesai. Kunci Mahkamah Konstitusi dapat menyelesaikan berbagai perkara dengan waktu yang telah diberikan, karena penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat masif," kata Guntur.
(AZF)