Pertama, Golkar ingin menyederhanakan partai. Sehingga, sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia lebih efektif.
"Sistem pemerintahan presidensial ini akan efektif dan selaras kalau DPR-nya menganut sistem multipartai sederhana," kata Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia saat dihubungi, Kamis, 11 Juni 2020.
Selanjutnya, Golar ingin perbaikan UU Pemilu tidak selalu dilakukan setelah atau menjelang pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Dia menyebut salah satu alasan UU Pemilu direvisi yaitu mengubah ambang batas parlemen.
"Sudah 22 tahun reformasi, 5 kali pemilu dan PT nya mulai dari 2,5 persen, 3 persen pernah, 4 persen pernah," ungkap Ketua Komisi II tersebut.
Diharapkan, perubahan aturan Pemilu itu tidak lagi dilakukan setiap periode. Golkar menginginkan UU tersebut berlaku dalam waktu lama.
"Mungkin 15 tahun atau 20 tahun sekali kita akan uji. Maka kita harus cari angka yang fix dan terus ini. Dan itu sedang juga kami kaji dengan cara itu," ujar dia.
Baca: PKS Usul Ambang Batas Parlemen Lima Persen
Wacana penaikan ambang batas parlemen mengemuka dalam pembahasan RUU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Golkar bersama NasDem dan PKB langsung mengajukan penaikan ambang batas parlemen hingga tujuh persen.
Sedangkan, PDIP sepakat mengajuka ambang batas parlemen pada Pemilu 2024 sebesar lima persen. PKS juga mengajukan angka yang sama dengan PDIP.
Sementara itu, Fraksi PAN, Demokrat dan PPP bersikeras ambang batas parlemen sebesar 4 persen dipertahankan. Sedangkan Gerindra belum mengumumkan secara resmi sikap fraksinya terkait syarat lolos masuk parlemen ini.
(SUR)