"(Mereka) melihat upaya perlindungan negara sebagai beban," ujar dia di Kawasan Kuningan, Jakarta Pusat, Minggu, 3 Maret 2019.
Ia menuding, diplomat yang ada di wilayah buruh migran, kadang - kadang bekerja hanya di tataran bisnis. Sehingga dinilai tak melihat perlindungan buruh sebagai sebuah kewajiban.
Salah satu contoh dari kondisi tersebut, ada di Malaysia. Ia menyebut Duta Besar Rusi Kirana punya kinerja bagus, namun tak diimbangi oleh bawahannya, terutama untuk atase kedutaan.
"Atase ketanagekerjaanya kurang, sangat terbatas, ada atese imigrasi yang terlibat kasus korupsi," kata Wahyu.
Baca juga: Pekerja Migran Harus Dilindungi Tanpa Memandang Status
Contoh lain, ia menuding atase kedutaan di Saudi Arabia tak punya keberanian melakukan langkah diplomatik. Padahal di negara itu, banyak BMI yang perlu mendapat perlindungan.
Diplomat, kata Wahyu, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan tugas monitoring kepada warga negara Indonesia (WNI), dan memastikan perlindungannya. Namun, tugas tersebut tidak dilakukan secara maskimal.
Baca Juga: Migrant CARE Sambut Baik Peresmian Portal Perlindungan WNI
Wahyu menilai ratusan migran Indonesia yang saat ini menunggu hukuman mati, merupakan dampak tak langsung dari kelalaian diplomat.
"Di Saudia Arabia ada 13 atau 14 TKI kita yang ancaman hukuman mati, di Malaysia ada 109 itu saya kira PR besar pemerintah kita," tandas dia.
(ADN)