“Sebanyak 47 persen puskesmas responden hanya memiliki pelacak di bawah lima orang (per satu kasus covid-19),” kata Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis, 5 November 2020.
Menurut dia, 34 persen puskesmas mampu melacak enam sampai 10 kontak per satu kasus positif. Tujuh persen puskesmas melacak 11 hingga 15 kontak per satu kasus positif. Tujuh persen lainnya melacak 16 hingga 20 kontak per satu kasus positif.
“Hanya lima persen puskesmas responden yang melacak lebih dari 20 orang per satu kasus positif,” tutur Olivia.
Baca: Anies Minta Puskesmas Siap-siap Hadapi Lonjakan Kasus Covid-19
Olivia mengutip jurnal ilmiah The Lancet Global Health pada 2020 yang mengatakan setidaknya butuh 70 sampai 90 persen pelacakan kontak per satu kasus positif. Rasio ini menggambarkan jika pasien sempat bertemu 20 orang, pelacakan ideal meliputi 14 hingga 18 orang untuk melandaikan kurva.
Dari survei, Olivia menyebut pelacakan kasus melalui telepon atau pesan singkat dilakukan 77 persen puskesmas. Selain itu, pelacakan dengan mendatangi langsung ke rumah suspek mencapai 73 persen dan pelacakan dengan meminta bantuan relawan atau satuan tugas (satgas) covid-19 mencapai 61 persen.
Survei CISDI dilakukan secara daring pada 14 Agustus hingga 7 September 2020 dengan melibatkan 765 responden dari 647 puskesmas di 34 provinsi seluruh Indonesia. Profesi responden terbanyak, yakni dokter umum yang mencapai 24,73 persen, perawat 23,03 persen, dan tenaga promosi kesehatan 12,67 persen.
Jumlah responden terbanyak berasal dari Jawa Barat yakni 12,83 persen, Jawa Timur 12,67 persen, serta Sulawesi Selatan 9,89 persen. Responden dari Jawa Tengah mencapai 7,88 persen dan DKI Jakarta 6,34 persen.
(OGI)