“Pidatonya Bung Tomo sangat membakar semangat sekali,” kata Editor Pelaksana Jurnal Sejarah yang diterbitkan Masyarakat Sejarawan Indonesia, Andi Achdian kepada Medcom.id, Sabtu, 7 November 2020.
Andi mengatakan Bung Tomo membacakan pidato itu sebelum perang melawan Inggris pada 10 November 1945. Momen pembacaan pidato Bung Tomo sangat tepat sehingga api semangat tak kadung padam.
Magis pidato Bung Tomo, kata Andi, didukung euforia kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Namun pidato itu juga disusun secara ringkas dan tepat sasaran.
“Bung Tomo bisa menggugah sentimen secara sederhana bisa dipahami siapapun untuk mempertahankan Kota Surabaya,” papar dia.
Baca: Empati Modal Penting Pemuda Jadi Pahlawan di Era Modern
Semangat rakyat Surabaya sukses terbakar. Warga yang kalah dari sisi persenjataan melawan tentara Inggris selama tiga minggu. Bahkan, perlawanan itu dibantu para pemuda dari wilayah lain seperti Tulungagung dan Kediri.
Pemerhati sejarah, Abdul Waid, dalam bukunya berjudul Bung Tomo: Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November, menilai peristiwa itu sebagai bukti kecintaan rakyat pada Indonesia. Abdul mengatakan sejatinya rakyat Surabaya tak ingin berperang namun terpaksa dilakukan.
“Rakyat Surabaya sebenarnya cinta damai, tapi mereka lebih cinta kemerdekaan,” tulis Abdul.
Selama peperangan berlangsung, Bung Tomo terus menyerukan “Maju terus pantang mundur! Allahuakbar! Allahuakbar! Allahuakbar!”. Peristiwa yang menyebabkan sekitar enam ribu rakyat Indonesia gugur itu menjadi ikon perjuangan hingga kini dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.
“Pengorbanan itu telah melahirkan lambang dan pekik persatuan demi revolusi dan senantiasa akan abadi dikenang dalam sejarah Indonesia,” tulis dia.