Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin mengatakan berdasarkan hasil survei, terdapat tiga masalah utama dalam pelayanan terhadap difabel. Yakni, sebesar 74 persen responden menyebut pengadilan tidak menyediakan akses terhadap pendamping yang dapat membantu difabel.
Kemudian, 94 persen responden menyatakan pengadilan tidak memiliki akses penerjemah yang mungkin dibutuhkan difabel yang berhadapan dengan hukum. Terakhir, 96 persen responden menyebut pengadilan tidak memiliki akses terhadap ahli atau psikolog yang dapat membantu difabel saat berhadapan dengan hukum.
"Tanpa kehadiran tiga elemen layanan itu, tentu kita sepakat akan tetap sulit bagi penyandang disabilitas untuk menikmati hak-haknya dalam proses peradilan yang dijamin oleh undang-undang, serta menjalani proses peradilan dengan setara seperti kelompok masyarakat lainnya," tutur Syarifuddin dalam webinar dengan tema akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan, Selasa, 27 Oktober 2020.
Baca: Jokowi Teken Perpres Penghargaan Pemenuhan Hak Disabilitas
Dia menekankan penyandang disabilitas tidak dapat ditinggalkan dan dimarginalkan dalam menikmati layanan hukum dan keadilan. Namun, dia mengakui upaya memenuhi tanggung jawab mewujudkan akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam proses peradilan tidak mudah.
"Tantangannya lebih besar dibandingkan dengan upaya memenuhi akomodasi yang layak bagi kelompok masyarakat secara umum. Tantangan akan terasa lebih besar dan mendesak jika kami menyadari betapa rentannya penyandang disabilitas dalam menggunakan layanan hukum di era pandemi covid-19," tutur dia.
(AZF)