"Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan melalui akun YouTube MK, Kamis, 14 Januari 2021.
Menurut hakim, permohonan yang diajukan tidak beralasan menurut hukum. Permohonan itu menyinggung over-the-top (OTT), yakni layanan media streaming yang ditawarkan langsung kepada pemirsa melalui Internet.
Hakim menilai konten ini sejatinya telah diatur UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pelanggaran dalam masalah ini tak hanya diatur UU ITE, tetapi sejumlah UU yang berkolerasi dengan konten yang disajikan.
Baca: KPI Minta UU Penyiaran Direvisi
Pemblokiran konten telah dimungkinkan. Sanksi ini dijatuhkan jika tayangan yang disiarkan patut diduga kuat melanggar kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.
"Tidak ada persoalan konstitusionalitas norma Pasal 1 angka 2 UU 32 Tahun 2002 sepanjang berkaitan dengan dalil para pemohon," ujar Anwar.
Penggugat mengajukan uji materi Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran. Aturan itu berbunyi, "Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran".
Aturan itu hanya mengatur siaran konvensional. Sementara itu, siaran lainnya yang menggunakan jaringan internet seperti YouTube atau Netflix tidak diatur secara tegas.
iNews dan RCTI merasa dirugikan karena siaran konvensional perlu memenuhi perizinan untuk siaran. Jika melanggar ketentuan, lembaga penyiaran dikenakan sanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Sementara itu, siaran melalui internet tidak perlu memenuhi ketentuan ini.
(OGI)