Ketiga tersangka itu, yakni Direktur Utama PT LMS berinisial IDR, rekannya berinisial DR, dan account officer salah satu bank BUMN berinisial PJ.
"Modus operandinya mengajukan kredit untuk pegawai seolah-olah, tapi dengan memasukkan dokumentasi bekerja sama dengan salah satu pegawai bank bagian alurnya," kata Kepala Kejari Jaksel Anang Supriatna di Jakarta, Kamis, 22 Oktober 2020.
Anang menjelaskan fasilitas kredit itu adalah kredit untuk pinjaman pegawai. Semua data-data pegawai itu dipinjam kemudian diajukan ke perbankan. Setelah uangnya cair tidak digunakan untuk pegawai tersebut, melainkan digunakan untuk kepentingan perusahan itu sendiri.
"Pegawainya sendiri hanya dipinjam identitasnya, dan ternyata fiktif. Selama peminjaman terjadi kemacetan. Dari hasil investigasi tidak digunakan sebagaimana mestinya dan tidak sampai ke pihak-pihak yang terlampir. Jadi benar-benar fiktif," kata Anang.
Baca: KPK Pertegas Aliran Uang ke Tersangka Proyek Fiktif Waskita Karya
Anang mengatakan pengajuan kredit fiktif itu terjadi periode Juni 2017 sampai Mei 2018. Total 28 identitas karyawan digunakan oleh para tersangka. Pencairan uang dilakukan dua kali, yakni pada Juni sebanyak Rp6,2 miliar dan 2018 sebanyak Rp3,2 miliar.
"Potensi kerugian negara atas tindak pidana itu sekitar Rp9,5 miliar. Ini hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," ujar Anang.
Kejari Jaksel terus mendalami kasus ini. Dugaan keterlibatan pihak lain diselisik. Namun, saat ini baru tiga tersangka yang terbukti melakukan perbuatan pidana.
Ketiga tersangka ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejari Jaksel. Ketiganya dikenakan Pasal 2 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
(JMS)