"Baik itu saksi-saksi yang melihat langsung, mendengar langsung, atau saksi-saksi yang memang tidak ada di lokasi tapi mengetahui setidaknya beberapa orang yang ikut merencanakan kerusuhan tersebut, kalau tidak salah pada Selasa (21 Mei) malam sebelumnya," kata Usman di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa, 9 Juli 2019.
Polisi juga terkendala menguji balistik peluru yang ditemukan di lapangan. Laboratorium forensik menyebut peluru itu tak sesuai dengan seluruh senjata yang dimiliki Polri.
"Itu ada sekitar dua hingga empat kasus, sementara beberapa kematian lainnya memang belum semuanya bisa diidentifikasi secara pasti, senjata dan pelurunya dari mana," ujarnya.
Baca juga: Amnesty Internasional Bahas Kerusuhan dengan Kapolda Metro Jaya
Amnesty Internasional Indonesia juga sedang menyelesaikan penelitian terkait kematian sembilan korban kerusuhan di Jakarta dan satu korban kerusuhan di Pontianak. Mereka menduga Polisi terlibat dalam kasus kematian masyarakat sipil itu.
"Dalam temuan polisi, tadi Pak Kapolda juga membuka diri bisa saja kemungkinan anggota yang melakukan," kata Usman.
Sejauh ini belum ada kesimpulan yang pasti tentang senjata yang digunakan saat kerusuhan 21-22 Mei. Ada kemungkinan senjata itu berasal dari pihak ketiga.
Usman mengatakan Polisi harus menyelidiki dugaan keterlibatan Polisi dan pihak ketiga itu. Polisi diminta mengusut tuntas kasus ini.
"Nah ini saya kira kami ingin mendesak Polri, karena itu tugas Polri untuk membongkar dan mengusut," pungkasnya.
(DRI)