Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan keduanya bekerja di perusahaan eksportir benih lobster yang bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, Ali menutup rapat nama perusahaan itu.
"Dikonfirmasi terkait dengan keikutsertaan perusahaan saksi sebagai salah satu eksportir benih lobster yang mendapatkan rekomendasi," kata Ali dalam keterangan tertulis, Selasa, 5 Januari 2021.
Penyidik juga mendalami kongkalikong kedua orang itu dengan para tersangka dalam kasus ini. Ali menyebut keduanya pernah bernegosiasi di kantor KKP.
"Untuk mengondisikan nilai fee yang akan diberikan ke berbagai pihak di antaranya tersangka EP (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo) bersama tim," ujar Ali.
KPK menetapkan enam orang tersangka sebagai penerima suap. Mereka ialah Edhy Prabowo, staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin.
Penyidik juga menetapkan Direktur PT DPP Suharjito sebagai tersangka pemberi suap. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
KPK menduga ada monopoli dalam ekspor benih lobster. Sebab, ekspor hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(REN)