"Temuan kami, pertama korban meninggal dunia. Kedua, korban berada dalam penguasaan resmi dari aparat negara. Ketiga, tidak ada upaya meminimalisasi," kata Endang saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara unlawful killing empat laskar FPI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa, 30 November 2021.
Endang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam kasus dengan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella. Lebih lanjut, sejumlah polisi yang memindahkan empat Laskar FPI ke dalam mobil tidak menerapkan prinsip kehati-hatian.
"Polisi juga mengancam jiwa karena posisi petugas dan korban tidak seimbang," terang Endang.
Selain itu, polisi yang bersama Laskar FPI tersebut tidak merespons eskalasi situasi secara tepat. Menurut Endang, dalam proses eskalasi terdapat perubahan situasi, tetapi hal ini tidak diantisipasi. Sebagai contoh, meminta bantuan atau peralatan dari kepolisian setempat.
"Hal itu memunculkan pertanyaan tersendiri, mengapa tidak ada upaya lain guna meminimalisasi?" ujar Endang.
Ia memaparkan Komnas HAM kemudian mengkategorikan penembakan yang berujung tewasnya empat laskar FPI itu sebagai pelanggaran HAM. Hal ini tidak terlepas dari keterangan saksi dan bukti. Pasalnya, terdapat saksi melihat keempat laskar FPI masih dalam keadaan hidup saat dimasukkan ke dalam mobil oleh polisi.
Baca: Terjerat Kasus Terorisme, Eks Sekretaris FPI Munarman Jalani Sidang Perdana
Keempat laskar tersebut tewas setelah mobil berangkat dari rest area KM 50 Tol Jakarta-Cikampek menuju Mapolda Metro Jaya. Padahal, keempat laskar ini dalam penguasaan resmi aparat negara.
Sementara, ujar Endang, dua laskar FPI lainnya yang tewas lebih dahulu masuk dalam kategori penegakan hukum. Pasalnya, terjadi bentrok antara kedua laskar FPI ini dengan polisi
"Kematian (dua laskar) tersebut kami katakan penegakan hukum. Karena memang terjadi saling serang," ucap Endang.
Terkait unlawful killing, dua anggota Polda Metro Jaya, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella dikenakan dakwaan primair Pasal 338 KUHP tentang Tindak Pidana Pembunuhan dan dakwaan subsidair Pasal 351 KUHP tentang Tindak Pidana Penganiayaan.
JPU menyebut perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan meninggalnya empat laskar FPI, yaitu M Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, dan Muhammad Suci Khadafi Poetra. Mereka ditembak di dalam mobil Daihatsu Xenia warna silver nomor polisi B 1519 UTI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020.
Diketahui, ada enam laskar eks FPI tewas dalam dua kejadian terpisah. Pertama, dua laskar meregang nyawa saat baku tembak dengan polisi di Jalan International atau Jalan Interchange Kabupaten Karawang, Senin dini hari, 7 Desember 2020.
Selanjutnya, empat laskar meninggal dunia setelah polisi disebut mengambil tindakan tegas dan terukur di dalam mobil ketika menuju Mapolda Metro Jaya dari rest area KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Langkah polisi tidak dibenarkan Komnas HAM. Hasil investigasi Komnas HAM menilai terdapat dugaan unlawful killing kepada empat laskar FPI tersebut.
(NUR)