Tiga terdakwa lainnya berasal dari bekas petinggi Jiwasraya. Mereka ialah mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, serta mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
Keenamnya didakwa merugikan negara Rp16,8 triliun berdasarkan penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mereka diduga kongkalikong membuat kesepakatan pengelolaan investasi saham dan reksadana yang tidak transparan dan akuntabel selama 2008 hingga 2018.
Dalam perkembangan perkara, Kejaksaan Agung menetapkan 13 korporasi sebagai tersangka kasus Jiwasraya. Perusahaan itu yakni PT DM atau PAC, PT OMI, PT PPI, PT MD, PT PAM, PT MAM, PT MNC, PT GC, PT JCAM, PT PAAM, PT CC, PT TVI, dan PT SAM.
Baca: Saksi Jaksa di Kasus Jiwasraya Diprotes
Penetapan status tersangka untuk 13 korporasi itu karena temuan dugaan aliran dana, baik dari Jiwasraya maupun enam terdakwa yang sedang diadili. Kerugian negara akibat pelibatan 13 korporasi ini ditaksir mencapai Rp12,157 triliun.
"Kerugian ini merupakan bagian dari penghitungan kerugian negara yang sudah dihitung oleh BPK sebesar Rp16,81 triliun," beber Hari Setiyono, Kamis, 25 Juni 2020.
2. Djoko Tjandra
Pengajuan peninjauan kembali dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra pada Juni 2020 membuat kritik tajam mengarah ke institusi penegak hukum, tak terkecuali Kejaksaan Agung. Pasalnya, buronan kakap itu bisa bebas melenggang tanpa diketahui aparat.Dua perwira tinggi Polri menjadi tersangka dugaan suap terkait pelarian Djoko Tjandra. Keduanya yakni mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Prasetyo Utomo dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Napoleon Bonaparte.
Sementara itu, Korps Adhyaksa menjerat mantan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari. Dia diduga menerima hadiah atau janji dari Djoko Tjandra hingga Rp7 miliar.
"Diduga (terima) US$500 ribu," kata Hari Setiyono, Rabu, 12 Agustus 2020.