"Dengan novum itu bisa membuktikan bahwa Ibu (Atut) itu tidak terlibat sama sekali dalam perkaranya yang suap Aqil itu," kata pengacara Atut, Sukatma, saat dihubungi, Rabu, 6 Januari 2021.
Dia mengaku punya banyak fakta baru yang diyakini menguntungkan kliennya. Sejumlah dokumen telah dipersiapkan untuk menguji upaya hukum itu.
"Ya pokoknya sih kita punya novum yang membuktikan sebaliknya, dari putusan sebelumnya di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan kasasi," ujar Sukatma.
Persidangan PK, kata Sukatma, sudah memasuki masa sidang ketiga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Upaya hukum itu sudah diajukan di penghujung 2020.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman Atut dari empat tahun menjadi tujuh tahun penjara. Kasasi Atut ditolak majelis hakim MA yang terdiri dari, Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, Surachmin, MS Lumme serta Mohamad Askin.
"Perbuatan Atut secara langsung dapat merusak tatanan, harkat dan martabat bangsa dan negara RI, sehingga harus diganjar dengan hukuman yang berat," kata Hakim Agung Krisna di Jakarta, Senin, 23 Februari 2015.
Pada pengadilan tingkat pertama, Atut divonis penjara empat tahun dan denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan. Atut dianggap bersalah memberikan uang Rp1 miliar kepada Akil Mochtar melalui advokat Susi Tur Andayani. Suap dimaksudkan memenangkan gugatan yang diajukan pasangan Pilkada Lebak, Amir Hamzah dan Kasmin.
Putusan tersebut jauh lebih ringan dibanding dengan tuntutan jaksa KPK yang menuntut Atut 10 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan. Kemudian ditambah pidana pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik.
Vonis itu berdasarkan Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara.
(ADN)