"Kriteria harus dibuat dengan rinci dan jelas. Sehingga jelas apa yang dilanggar, terutama pasal-pasal yang menyangkut pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, dan sejenisnya," kata Wakil Ketua Komisi III Pangeran Khairul Saleh dalam keterangan tertulis, Kamis, 18 Februari 2021.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengungkapkan implementasi UU ITE setelah revisi pertama sering menuai kontroversi. Sebab, Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2) UU ITE sering disalahgunakan akibat multitafsir.
Kondisi tersebut membuat kedua pasal dimanfaatkan untuk mengkriminalisasi kelompok yang berbeda pandangan, terutama pihak yang kritis. Hal ini dinilai tidak baik bagi iklim demokrasi.
"Hal ini sangat berbahaya karena bisa melemahkan seseorang untuk berpendapat yang konstruktif," ungkap dia.
Baca: Minimalisasi Jeratan UU ITE, Kapolri Listyo Perintahkan Buat Virtual Police
Dia juga mendukung sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengusulkan revisi UU ITE. Perundang-undangan harus memberikan keadilan bagi masyarakat.
Dia berharap momentum ini menjadi titik balik perbaikan iklim demokrasi di Indonesia. Sehingga, tidak ada lagi upaya mengkriminalisasi seseorang karena perbedaan pandangan.
"Agar ke depan tidak ada lagi kriminalisasi atau dengan mudahnya seseorang dituduh melanggar UU ITE tanpa adanya kejelasan pasal yang dilanggar," ujar dia.
(AZF)