“Di alur kali Krasak masih ada penambangan yang jaraknya dari puncak masih cukup dekat dan dia menambang tidak hanya bagian alur sungai, tapi sudah merambah ke lingkungan,” kata Perekayasa Ahli Madya Balai Penyelidikan dan Pengamatan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Dewi Sri Sayudi usai melakukan pantauan udara Gunung Merapi, Kamis, 26 November 2020.
Kerusakan lingkungan ini dinilai akan membahayakan bila Gunung Merapi erupsi disertai material banyak. Namun, Dewi mengatakan, aktivitas penambahan di titik-titik lain sudah tak terlihat. Ia mengatakan sebagian besar penambang sudah menghentikan aktivitas saat ini.
Menurut Dewi, material hasil guguran yang meningkat sejak 19 November belum tampak mengisi celah atau alur sungai-sungai di lereng Gunung Merapi. Ia menyatakan secara umum kawasan lereng Gunung Merapi tampak bersih dan hijau.
“(Kondisi) morfologi sungai (di lereng) Merapi, seperti Sungai Woro, Gendol, Opak, Kuning, Boyong, dan ke barat, mempunyai tebing cukup dalam dan lebar, sehingga apabila terjadi lahar saat musim hujan masih cukup menampung,” kata dia.
Ia berpendapat, kondisi vegetasi di lereng Gunung Merapi tidak terlalu buruk. Dewi menyatakan hanya dampak penambangan yang merusak beberapa titik tepi sungai yang bisa menimbulkan ancaman di lingkungan sekitar. Ia berharap, situasi kerusakan akibat penambangan tidak terjadi di selain sungai Krasak.
“Saat pantauan Merapi tak semua terlihat. Bisa dilihat dari sekitar tiga sampai lima kilometer dari puncak. Sesuai rekomendasi setelah Gunung Merapi Siaga, penambangan sebagian besar sementara sudah berhenti,” ungkapnya.
Dewi menambahkan, aktivitas wisata juga masih berada pada titik aman. Ia mengatakan aktivitas wisata, seperti wisata perjalanan jip, masih berada di luar radius lima kilometer dari puncak Gunung Merapi.
“Ini berarti rekomendasi disikapi bijak dengan tidak melakukan wisata tak di KRB (kawasan rawan bencana) III. Itu baik agar roda ekonomi masih berjalan dengan batasan tertentu dan tidak melanggar rekomendasi BPPTKG,” ungkapnya.
(ALB)