“Kalau ukurannya soal biaya, langsung atau tidak langsung itu (biaya) akan ada,” ucap Benyamin, Kamis, 21 November 2019.
Benyamin menilai pilkada tidak langsung dengan penunjukkan kepala daerah tingkat kota/kabupaten oleh DPRD kurang pas. Sebab, bobot politik antara kepala daerah dengan DPRD timpang.
“Persoalan terbesar adalah bobot politik; DPRD dipilih, Wali kota dipilh. Kalau DPRD dipilih masyarakat sedangkan kepala daerah dipilih DPRD, keseimbangan politiknya kurang pas,” ungkapnya.
Menurut dia, keleluasan otonomi daerah berada pada tingkat kota/kabupaten. Sementara tingkat provinsi tidak.
“Jadi kalau mau pemilihan tidak langsung mungkin lebih tepat di level gubernur. Tingkat kabupaten/kota baiknya dipilih langsung,” ujarnya.
Terkait biaya politik yang tinggi, Benyamin berpendapat yang perlu diatur bukan mekanisme pemilu alih-alih sial pembiayaan politik itu sendiri.
“Diatur saja lebih ketat lagi persoalan pembiayaan tadi. Sekarang aturan sudah bagus, baliho dan segala macam dicetak KPU. Partai juga sudah dapat anggaran dari APBD per suara dikali Rp3.000 rupiah walaupun memang tidak cukup," kata dia.
(MEL)