“Beberapa tahun negara-negara barat tidak menyadari kekuatan dari keterhubungan infrastruktur sebagai perpanjangan dari pengaruh kebijakan luar negeri. Kini mereka bersatu untuk mendorong proyek seperti ini.” kata Dan Hamilton dari Brookings Institution dalam tayangan Metro Siang di Metro TV, Senin, 4 Juli 2022.
Inisiatif ini akan berfokus pada konektivitas digital, kesetaraan gender, keamanan kesehatan, dan keamanan energi. Sektor yang hingga belum disentuh investasi Belt and Road Initiative dari Tiongkok.
Meski dinilai memberikan keuntungan besar, namun pemenuhan standar buruh dan lingkungan yang dicanangkan G7 menjadi halangan bagi negara penerima investasi, sehingga hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi G7.
“Investasi dari Tiongkok menjadi menarik karena mudahnya syarat dari Tiongkok. Yang diinginkan oleh negara berkembang adalah infrastruktur sesegera mungkin,” menurut peneliti Wilson Center Lucas Myers.
Baca: Para Pemimpin G7 Setuju Terapkan Larangan Pengangkutan Minyak Rusia |
Inisiatif G7 dinilai terlalu bergantung pada investor swasta sehingga mengundang pertanyaan besar dari berbagai pihak. Salah satunya Tiongkok.
“Kami menentang langkah geopolitik yang terkalkulasi ini dan mencoreng nama Belt and Road Initiative atas pembangunan Infrastruktur,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Zhao Li Jian.
Selama 9 tahun terakhir, Belt and Road Initiative yang diprakarsai Beijing berhasil menggabungkan 150 negara ke dalam proyek ini dengan nilai total mencapai US$3,7 triliun. Namun, inisiatif ini sering mendapatkan kecaman berbagai pihak lantaran dinilai sebagai proyek diplomasi jebakan hutang. (Gracia Anggalica)
(SUR)