Ketiga warga tersebut yakni Masbud, 36, Nor Holik, 41, dan Pangat, 52. Mereka telah tiba di Yogyakarta, Rabu, 29 Juni 2022. Saat di kawasan Tugu Yogyakarta, mereka membentangkan spanduk berbunyi 'korban erupsi Semeru menuntut keadilan'.
Nor Kholik mengatakan perjalanan dari Lumajang ke Jakarta agar bisa bertemu Presiden. Mereka ingin mengadukan aktivitas penambangan pasir di Kali Regoyo yang menyebabkan aliran banjir lahar dingin Gunung Semeru pada 2021 mengarah ke permukiman warga Desa Sumber Wuluh.
"Ini semua berawal dari oknum penambang yang membuat tanggul melintang untuk menghambat aliran air," ujar Nor Kholik saat singgah di Yogyakarta.
Ia mengatakan perusahaan penambang pasir membuat tanggul pada 2019. Saat itu tujuannya untuk menghambat dan menampung pasir yang terbawa aliran sungai.
Baca: Truk Pasir Terseret Lahar Dingin Semeru, Sopir Selamat |
Menurutnya, tanggul dibuat melintang selebar sungai dengan ketinggian hingga 4 meter. Ketinggian itu sama dengan ketinggian tanggul pengaman banjir pada sempadan sungai yang dulu dibangun oleh Pemerintahan Presiden Soeharto pada 1970.
Selain membangun tanggul, lanjut Nur Holik, oknum perusahaan penambang yang beroperasi di Kali Regoyo juga mambangun kantor di tengah daerah aliran sungai (DAS). Kemudian, pada Februari 2021 warga Desa Sumber Wuluh telah beberapa kali mengadu ke Pemkab Lumajang dan aparat keamanan karena khawatir dampak penanggulan itu.
"Tapi tidak ada tindak lanjut dari Pemkab Lumajang sampai Gunung Semeru erupsi pada 4 Desember 2021. Material material pasir lahar dingin akhirnya menimbun Desa Sumber Wuluh," ujarnya.
Menurutnya, tertutupnya Desa Sumber Wuluh jadi bukti kekhawatiran warga yang tidak pernah digubris aduannya. Di sisi lain, erupsi itu juga memakan banyak korban jiwa dan kerusakan lingkungan yang parah.
Sebelum tanggul penambang pasir berdiri, ia melanjutkan, material yang keluar dari Gunung Semeru tidak pernah mengarah ke permukiman warga. Ia mencontohkan pada 1994 saat erupsi dan tak ada penambangan, materialnya langsung mengarah ke laut.
Hingga saat ini, kata dia, tanggul tersebut masih berdiri dan aktivitas penambangan pasir di Kali Regoyo masih berjalan. Meskipun kawasan itu kini berstatus zona merah erupsi Gunung Semeru.
"Kami kemarin mengadukan ke DPRD Lumajang yang katanya akan membuat panitia khusus untuk menyelelidiki, tapi hingga saat ini tidak ada tindak lanjut apa-apa," ujar dia.
Sementara itu, Pangat berharap aksi jalan kaki yang telah ia mulai dari Desa Sumber Wuluh, Candipuro, Lumajang Jawa Timur pada 21 Juni 2022 bisa membuahkan hasil. Ia sangat ingin bertemu Presiden Jokowi dan menyampaikan kondisinya.
"Lebih baik saya jalan kaki langsung ke Presiden. Nanti ketemu presiden, semoga presiden mendengarkan kata-kata saya," ujarnya.
(WHS)