"Sejumlah rumah sakit lokal juga sudah hampir kehabisan pasokan medis," ujar ICRC, dikutip dari laman The National pada Selasa, 1 Desember 2020.
Sekitar 80 persen dari korban luka di rumah sakit Ayed Referral Hospital yang dikunjungi ICRC, mengalami trauma fisik di beberapa bagian tubuh. Mereka adalah korban dari pertempuran yang berlangsung antara pasukan Ethiopia dan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).
"Rumah sakit kehabisan kantung jenazah untuk menyimpan korban tewas. Pasokan makanan juga minim, sehingga berdampak kepada pasien yang sedang berada dalam masa pemulihan," tutur kepala operasi ICRC di Ethiopia, Maria Soledad.
ICRC mengatakan, alat jahit luka, antibodi, anticoagulan, obat penghilang rasa sakit, dan bahkan alat sederhana seperti sarung tangan medis, kini sulit ditemukan di hampir semua rumah sakit di Mekelle.
Gelombang korban luka di Mekelle terjadi lebih dari tiga pekan usai pasokan makanan ke kota tersebut juga tersendat akibat konflik. ICRC khawatir jika kondisi ini dibiarkan, maka akan ada banyak korban luka yang tak terawat.
Konflik Tigray telah membuat lebih dari 44 ribu warga Ethiopia mengungsi ke Sudan. Warga di negara tetangga, Eritrea, justru mengungsi ke arah Mekelle dalam konflik ini.
Eritrea terseret dalam konflik karena TPLF sempat meluncurkan sejumlah roket ke arah ibu kotanya, Asmara. TPLF menilai Eritrea sebagai mitra dekat pemerintahan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed.
Sabtu kemarin, PM Abiy mengumumkan bahwa operasi militer Ethiopia di Tigray sudah berakhir. TPLF membantah klaim itu, dan mengatakan bahwa pertempuran mempertahankan Tigray masih berlanjut.
Baca: Pemimpin Tigray Bertekad Terus Perangi Pasukan Ethiopia
(WIL)