Rabiei mengatakan bahwa satu bulan usai masuk ke Gedung Putih, Presiden AS Joe Biden telah "akhirnya" sudah hampir mengakhiri kebijakan "tekanan maksimal" yang diterapkan pemerintahan terdahulu di bawah Donald Trump.
Semasa kampanye, Biden memang beberapa kali terindikasi hendak membawa kembali AS ke perjanjian nuklir Iran 2015, atau biasa dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Namun Biden menegaskan AS baru akan kembali ke JCPOA jika Iran terlebih dahulu mematuhi sepenuhnya perjanjian tersebut.
Trump telah menarik diri dari JCPOA pada 2018. Tidak hanya menarik diri, Trump juga menjatuhkan serangkaian sanksi ekonomi kepada Iran sebagai bagian dari kebijakan "tekanan maksimal" terkait program nuklir.
Selama ini AS menuding Iran tengah mengembangkan senjata nuklir. Teheran membantah keras tudingan tersebut, dan mengatakan kekuatan nuklirnya dipakai untuk keperluan damai seperti pemenuhan kebutuhan energi.
"Prioritas Pemerintah Iran saat ini adalah agar sanksi (ekonomi AS) dicabut," ucap Rabiei, dilansir dari laman Yeni Safak pada Sabtu, 21 Februari 2021.
Teheran optimistis beberapa inisiatif diplomatik di masa mendatang akan memulihkan hubungan AS-Iran. Setelah itu terjadi, lanjut Rabiei, sanksi ekonomi AS terhadap Iranpun kemungkinan akan dicabut.
Kamis kemarin, AS mengaku membuka diri terhadap undangan Uni Eropa untuk menggelar pertemuan seputar JCPOA. "Amerika Serikat akan menerima undangan bertemu P5 1 dan Iran untuk mendiskusikan langkah diplomatis mengenai program nuklir Iran," sebut juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price.
Sebelumnya, Menlu AS Antony Blinken memperingatkan bahwa Iran bisa mendapatkan cukup material untuk membuat bom nuklir dalam hitungan pekan. Ia merujuk pada aktivitas Iran yang terus meningkatkan pengayaan uranium.
Iran berulang kali menegaskan bahwa pihaknya siap menurunkan kembali pengayaan uranium dan mematuhi penuh JCPOA asalkan AS mencabut sanksi ekonomi.
Baca: AS Nyatakan Siap Lakukan Pembicaraan Kesepakatan Nuklir dengan Iran
(WIL)