Di bawah pemerintahan Donald Trump, AS telah menarik diri dari kesepakatan tersebut tahun lalu setelah mengumumkannya pada 2017.
"Sejak empat tahun terakhir, hilangnya pemain kunci telah menciptakan sebuah jurang di dalam Perjanjian Iklim Paris; sebuah tautan yang hilang dan melemahkan keseluruhan sistem," ujar Guterres, merujuk pada mundurnya AS di bawah Trump.
"Jadi hari ini, saat Amerika Serikat kembali bergabung ke perjanjian ini, kita melihat adanya pemulihan seperti yang diharapkan para pembuat (perjanjian iklim Paris). Ini adalah sebuah hari penuh harapan," lanjutnya, dikutip dari laman Premium Times pada Sabtu, 20 Februari 2021.
AS mengikuti Perjanjian Iklim Paris pada 2015 saat berada di bawah pemerintahan Barack Obama. Kala itu, tokoh kunci AS terkait perjanjian iklim Paris adalah John Kerry selaku menteri luar negeri.
Di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, Kerry kembali dipercaya untuk menangani urusan iklim.
"Kami telah bergabung kembali dalam upaya iklim internasional dengan penuh kerendahan hati dan ambisi," tutur Kerry.
Beberapa jam usai dilantik pada 20 Januari lalu, Biden telah menandatangani rangkaian perintah eksekutif. Salah satu yang ditandatangani adalah mengenai proses selama 30 hari bagi AS untuk bergabung kembali dengan Perjanjian Iklim Paris.
Baca: AS Resmi Bergabung Kembali dengan Perjanjian Iklim Paris
Bergabung kembali dengan Perjanjian Iklim Paris adalah langkah signifikan pemerintahan Biden dalam membalikkan sejumlah kebijakan iklim AS sejak empat tahun terakhir. Di bawah Trump, AS telah melonggarkan atau mencabut berbagai kebijakan di bidang lingkungan hidup.
Melalui Twitter, Menteri Luar Negeri Antony Blinken menyebut kembalinya AS ke perjanjian tersebut sebagai "hari yang baik dalam perang melawan krisis iklim."
Di bawah perjanjian iklim Paris, negara-negara didorong untuk meningkatkan komitmen mereka untuk memangkas emisi gas rumah kaca setiap lima tahun sekali. Tujuan dari perjanjian ini adalah membatasi pemanasan global di bawah 2 atau 1,5 derajat Celcius.
(WIL)