Menurut sebuah laporan tahunan terbaru Indeks Terorisme Global (GTI) yang diterbitkan pada Rabu 25 November 2020, serangan Agustus 2019 itu bukanlah insiden yang terpisah. Tetapi salah satu dari serangan yang semakin meningkat oleh ekstremis sayap kanan anti-imigran, dari Eropa ke Selandia Baru hingga Amerika Utara.
Indeks Terorisme Global diterbitkan oleh Institut Ekonomi dan Perdamaian (IEP) yang berpusat di Australia.
GTI mencatat peningkatan 709 persen dalam kematian akibat "terorisme sayap kanan" dalam lima tahun terakhir. Sementara terjadi penurunan kematian sebesar 15 persen akibat terorisme lain, termasuk oleh kelompok Islam radikal, pada 2019 dibandingkan tahun sebelumnya.
"Terorisme sayap kanan cenderung lebih mematikan daripada terorisme sayap kiri, tetapi tidak mematikan seperti terorisme Islam di Barat," kata laporan GTI, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis 26 November 2020.
Laporan itu juga mencatat, ekstremis sayap kanan bertanggung jawab atas 89 kematian pada 2019, dengan 51 di antaranya terjadi dalam serangan masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru.
Hampir 50 persen dari 332 serangan sayap kanan sejak 2002 terjadi di AS, diikuti Jerman dengan 48 insiden dan Inggris 35 insiden.
"Biasanya terorisme sayap kanan dilakukan oleh individu," pungkas Carolyn Gallaher, pakar ekstremisme sayap kanan dan kekerasan terorganisasi dari American University di Washington DC.
(FJR)