Para peneliti di National Institute for Allergies and Infectious Diseases (NIAID), yang bersama-sama mengembangkan obat tersebut, mempelajari respons imun dari 34 relawan dewasa, tua, dan muda di tahap pertama uji klinis.
Dalam laporan yang ditulis di New England Journal of Medicine, mereka mengatakan bahwa antibodi sedikit menurun dari waktu ke waktu, tapi menguat tiga bulan kemudian.
"Mereka (antibodi) memang turun perlahan, tapi seperti yang diharapkan, mereka tetap meningkat pada semua peserta, tiga bulan setelah divaksin," kata mereka dalam jurnal tersebut, dilansir dari AFP, Jumat, 4 Desember 2020.
Baca juga: Kampanye Vaksin Aman, Obama, Clinton, dan Bush Akan Disuntik Depan Publik
Vaksin yang disebut mRNA-1273 ini diberikan dalam dua suntikan dengan selang waktu 28 hari. Meskipun jumlah antibodi memudar seiring waktu, tapi belum menjadi perhatian besar.
Direktur NIAID, Anthony Fauci dan ahli lainnya mengatakan sangat mungkin sistem kekebalan akan mengingat virus jika kembali terpapar nantinya, tapi kemudian akan menghasilkan antibodi baru.
Yang menggembirakan, penelitian tersebut menunjukkan jika vaksin mengaktifkan jenis sel kekebalan tertentu yang seharusnya membantu dan disebut dengan respons memori. Tapi, hanya lewat penelitian jangka panjang yang bisa memastikan jika ini faktor masalahnya.
Vaksin Moderna akan ditinjau oleh komite penasihat Food and Drug Administration (FDA) pada 17 Desember. Vaksin ini dapat digunakan jika sudah mendapat persetujuan darurat.
(FJR)