Dalam sebuah testimoni emosional, Darnella membandingkan Floyd dengan ayah, kakak, sepupu, dan pamannya "karena mereka semua orang kulit hitam."
Darnella menceritakan bahwa dirinya sedang berjalan menuju sebuah toko makanan Cup Foods bersama sepupunya yang berumur sembilan tahun di Minneapolis, Amerika Serikat. Kala itu, mereka melihat ada seorang pria yang sedang ditahan polisi.
Ia mengatakan kepada pengadilan bahwa dirinya mulai merekam dengan telepon genggam karena "saya melihat ada seorang yang pria ketakutan, memohon untuk diselamatkan. Dia terlihat kesakitan."
Saat itu Darnella mengaku mendengar Floyd berkata, "saya tidak bisa bernapas." "Saat itu dia ketakutan, dia juga memanggil nama ibunya."
Menyaksikan momen tersebut, Darnella terpukul. Ia mengaku kehidupannya berubah setelah melihat langsung seorang pria meninggal di hadapannya.
"Saat melihat George Floyd saya seperti melihat ayah saya, kakak, sepupu, atau paman saya karena mereka semua berkulit hitam," tutur Darnella, dilansir dari laman BBC pada Rabu, 31 Maret 2021.
"Dan saya rasa salah satu dari mereka juga bisa bernasib seperti itu," lanjutnya sembari menangis. Keterangan Darnella terdengar di pengadilan, namun wajahnya tidak diperlihatkan kepada dewan juri.
"Saya terus meminta maaf kepada George Floyd karena tidak berbuat lebih saat itu," lanjutnya.
Sepupu Darnella yang masih berusia 9 tahun saat kejadian juga bersaksi. Ia mengaku merasakan "kesedihan dan kemarahan" atas apa yang ia lihat.
Beberapa saksi mata lain juga telah bersaksi dalam persidangan Chauvin. Mereka semua menceritakan momen-momen terakhir jelang kematian George Floyd.
Sejauh ini, Chauvin dan pengacaranya menolak dakwaan pembunuhan. Pengacara Chauvin menyebut aksi menindih leher Floyd dengan lutut memang "tidak menarik namun diperlukan."
Baca: Saksi Ceritakan Detik-Detik Terakhir Meninggalnya George Floyd
(WIL)