Indonesia menjadi salah satu negara yang menyetujui Perjanjian Iklim Glasgow. Meski begitu, Indonesia berpandangan bahwa hasil keluaran COP26 Glasgow tidak sesempurna yang diharapkan.
"Tapi, yang penting adalah semua negara pihak mempunyai kewajiban untuk mewujudkannya menjadi implementasi dan tindakan nyata dari Persetujuan Paris. Jika tidak, maka komitmen yang dibuat di Paris tidak akan tercapai," kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi, dalam pernyataan tertulis dari Glasgow, Minggu, 14 November 2021.
Indonesia mengajak semua pihak berjanji untuk bersama-sama melakukan tindakan berdasarkan prinsip-prinsip Konvensi serta Perjanjian Paris. Indonesia, lanjut dia, siap untuk melangkah maju melalui proses selanjutnya di bawah UNFCCC.
"Seperti yang dinyatakan Presiden Republik Indonesia, Perubahan iklim merupakan ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global. Solidaritas, kemitraan, kerja sama, dan kolaborasi global adalah kuncinya. Bersama-sama kita bisa mewujudkannya," tutur Laksmi yang menjadi salah satu perwakilan Indonesia di COP26.
Baca: COP26: Perjanjian Iklim Glasgow Resmi Diadopsi, Apa Saja Isinya?
Berikut adalah pandangan Indonesia terkait beberapa isu yang disepakati dalam Perjanjian Iklim Glasgow.
1. Terkait Pasal 6 Persetujuan Paris
Pasal 6 Persetujuan Paris akhirnya telah diadopsi. Dengan diadopsinya agenda ini, maka Paris Rules Book mendekati lengkap. Sehingga, implementasi komitmen para pihak di bawah Persetujuan Paris dapat dilakukan secara utuh dan efektif.Indonesia memandang salah satu elemen penting dalam agenda ini adalah aturan main mengenai kerja sama antarnegara maupun antarapelaku usaha dengan otorisasi nasional sebagai bagian upaya pemenuhan komitmen NDC-nya.
"Kerjasama ini dapat dilakukan dengan pendekatan pasar. Dengan adanya transfer unit maupun pendekatan nonpasar tanpa adanya transfer unit," kata Laksmi.
Keputusan ini diharapkan dapat mendukung upaya Indonesia dalam menerapkan instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Instrumen NEK baru terbit melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021.