"BJ Habibie sudah mengetahui itu semua, persoalannya untuk mengimplementasikan cukup berat. Periode 1990-an, BUMN-BUMN strategis seperti Pindad, PT PAL dan PT DI juga mendapatkan dukungan dari pemerintah saat itu karena dianggap ide-ide bagus kedepannya," ujar Eko, seperti dikutip dari Antara, Jumat, 13 September 2019.
Dia menambahkan almarhum BJ Habibie merupakan sosok visioner yang artinya sudah mengetahui bahwa kemampuan ke depan yang harus dimiliki oleh bangsa manapun adalah penguasaan teknologi di saat masyarakat Indonesia kala itu belum banyak yang menyadarinya.
Dampak penguasaan teknologi itu saat ini baru terasa, ketika hanya negara-negara seperti Jerman, Tiongkok, Amerika Serikat dan lainnya yang berhasil menguasai teknologi yang menikmati hasil dari globalisasi. Itu karena mereka memiliki hak paten, riset dan penelitian di bidang teknologi serta produknya yang kemudian menjadi kekuatan mereka sekarang.
Masalahnya, lanjutnya, adalah adanya hambatan ketika krisis finansial menerjang Indonesia pada 1998. Dengan demikian mau tidak mau berbagai pemangkasan dilakukan, termasuk menimpa BUMN-BUMN strategis yang awalnya mau dijadikan garda terdepan untuk pengembangan teknologi di Indonesia dan terpaksa harus dibatasi pengembangannya.
"Dulu keputusan pahit ini harus diambil karena Indonesia dilanda krisis finansial 1998, kalau kita telah mengakui bahwa krisis itu sudah berlalu maka sebaiknya ide-ide membangun kembali BUMN-BUMN strategis harus dijalankan kembali," kata Eko.
Menurut dia semua ini perlu dilakukan karena aspeknya untuk kepentingan strategis yang kalau tidak dikuasai maka Indonesia tidak akan pernah bisa mandiri dan independen terhadap negara-negara lain dari aspek teknologi.
"Memang harus dimulai kembali ide-ide dari BJ Habibie seperti upaya beliau untuk merintis kembali pembuatan pesawat untuk kebutuhan regional antarpulau dan wilayah di Indonesia dengan kapasitas yang tidak perlu besar seperti pesawat lintas negara, dan harusnya mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah pusat dan dunia swasta," ujarnya.
Adapun Presiden ketiga Republik Indonesia BJ Habibie wafat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Rabu, 11 September pukul 18.05 WIB. BJ Habibie pernah menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi dan membangun BUMN-BUMN strategis seperti PT Dirgantara Indonesia atau PTDI (dahulu bernama IPTN) pada 1976, kemudian PT PAL pada 1980 dan PT Pindad pada 1983.
(ABD)