Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong menyatakan pihaknya akan memprioritaskan perbaikan dari enam indikator yang posisinya masih berada di atas 100. Perbaikan itu dipercaya dapat mempercepat capaian target pemerintah.
"Indikator di atas 100 di antaranya starting a busines (144), dealing with construction permits (108), registering property (106), paying taxes (144), trading across borderz (112) dan enforcing contracts (145)," kata Lembong, dalam acara Indonesia's Ease Of Doing Business improvement, di Gedung BKPM, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin 6 November 2017.
Lembong mengungkapkan, dalam perdagangan lintas batas, misalnya, Indonesia berada di posisi 112. Sementara indikator itu sangat penting untuk menarik minat investor asing dan memperbaiki keberlanjutan perbaikan peringkat EoDB di Indonesia.
"Contohnya untuk trading borders, ini bukan hanya untuk urusan perdagangan, ini merupakan tugas kita bersama untuk memperbaiki prosesnya," imbuh dia.
Hingga kini pemerintah sudah membuat reformasi perbaikan di kementerian/lembaga khususnya perselisihan sengketa komersial yang dipermudah Mahkamah Agung (MA). Setiap perkara atau kasus kini dapat ditelusuri secara online kemudian sengketa kecil juga cukup diselesaikan melalui mediasi dan arbitrasi tanpa melalui proses peradilan.
"Sekarang peradilan cukup fokus ke hal besar, misal, sengketa pemogokan besar biar tidak memakan banyak waktu dan energi," imbuhnya.
Namun demikian, Lembong mengaku, kemudahan berusaha masih terkendala perizinan di daerah. Untuk itu diperlukan sosialisasi mengenai perbaikan EoDB di 90 kabupaten/kota pada tahun mendatang.
"Jadi langkah berikutnya adalah sosialisasi EoDB ke tempat lain," kata mantan Mendag ini.
Selain itu, dalam acara itu BKPM juga menjalin kerja sama dengan Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG) untuk mendapatkan input terkait indikator yang harus diperbaiki dalam waktu dekat.
Sekadar informasi Rangking kemudahan berusaha atau ease of doing business (EoDB) Indonesia 2018 mengalami peningkatan 19 level dari 91 menjadi 72.
Bank Dunia mencatat reformasi yang telah dilakukan di Jakarta dan Surabaya, dua kota yang diukur oleh laporan tersebut, pada tahun lalu antara lain biaya memulai usaha dibuat lebih rendah dengan penurunan dari sebelumnya 19,4 persen menjadi 10,9 persen pendapatan per kapita.
(ABD)