Ia mengatakan penerimaan pajak memang mengalami kontraksi sebesar 15,3 persen pada awal tahun ini. Hal yang sama juga terjadi tahun lalu, di mana penerimaan pajak tercatat sebesar Rp80,8 triliun atau tumbuh negatif 6,1 persen dari tahun sebelumnya.
"Penerimaan pajak Rp68,5 triliun itu kontraksi 15,3 persen. Januari tahun lalu penerimaan pajak juga sebenarnya mengalami kontraksi 6,1 persen," kata dia dalam video conference di Jakarta, Selasa, 23 Februari 2021.
Ia menambahkan kontraksi penerimaan pajak disebabkan oleh menurunnya penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) migas menjadi Rp2,3 triliun. Penerimaan PPh migas tercatat mengalami kontraksi 19,8 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp2,9 triliun.
"Kalau kita lihat di sini adalah penerimaan migas yang Rp2,3 triliun itu mengalami kontraksi 19,8 persen karena harga migas kita dibandingkan Januari tahun lalu meski sudah di atas asumsi (APBN) itu masih di bawah kondisi harga minyak di 2020," jelas dia.
Selain itu, penurunan penerimaan pajak juga terjadi dari sisi penerimaan PPh nonmigas sebesar Rp39 triliun atau terkontraksi 15,8 persen. Untuk pajak nonmigas, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga kontraksi 14,9 persen menjadi Rp26,3 triliun.
Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai tercatat sebesar Rp12,5 triliun atau naik 175,3 persen dari tahun sebelumnya yang hanya Rp4,5 triliun. Meski demikian, penerimaan kepabeanan dan cukai baru 5,8 persen dari target Rp215 triliun dalam APBN 2021.
"Terlihat kenaikan yang sangat tinggi, terutama untuk cukai yang kita mendapatkan Rp9 triliun sendiri dibandingkan tahun lalu bulan Januari yang hanya Rp1,5 triliun, dan juga yang positif bea keluar yang mencapai Rp1,1 triliun yang melonjak sangat tinggi tahun lalu hanya Rp100 miliar," pungkasnya.
(SAW)